Selasa, 10 Mei 2011

stres

STRES

1. Pengertian stres

Stres di kemukakan oleh Hans Selye (dalam sehnert,1981) yang mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan kepadanya. Dengan kata lain stress dapat digunakan untuk menunjukan suatu perubahan fisik yang luas yang di sulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi dari factor fisik dan factor psikologis.

Definisi stres dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami seseorang, memiliki keterbatasan karena tidak memperhatikan adanya perbedaan individual yang mempengaruhi asumsi mengenai stresor. Sedangkan jika stres didefinisikan dari respon, maka tidak ada cara yang sistematis untuk mengenali mana yang akan jadi stresor dan mana yang tidak. Untuk mengenalinya, perlu dilihat terlebih dahulu reaksi yang terjadi. Selain itu, banyak respon dapat mengindikasikan stres psikologis yang padahal sebenarnya bukan merupakan stres psikologis. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa respon tidak dapat secara reliabel dinilai sebagai reaksi stres psikologis tanpa adanya referensi dari stimulus (Lazarus & Folkman, 1984).

2. Respon stress

Respon adalah reaksi seseorang terhadap stressor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan yaitu:

1. Komponen psikologis: seperti perilaku, pola pikir dan emosi

2. Komponen fisiologis: dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.

3. Jenis stress

General Adaptation Syndrome dikemukakan oleh Hans Selye (1982)
Menurut teori ini, stress adalah reaksi pertahanan tubuh secara keseluruhan terhadap sumber-sumber penyebab stress/stressor terbagi atas 3 proses :
- The initial alarm reaction; tubuh bereraksi terhadap tantangan/ancaman dari luar
- Resistance Stage; suhu tubuh normal, tetapi adrenalin tetap dikeluarkan (bertahan, berdaptasi) sehingga kondisi fisiologis tetap terjaga
- Exhaustion Stage; masa kelelahan, bila terus berlangsung akan mengakibatkan kematian.

4. Sumber stress

Lazarus dan Cohen (1977) membuat tiga kategori sumber stress lingkungan, yaitu:

Cataclysmic Events

Cataclysmic events merupakan stressor yang besar sekali dan mempunyai beberapa karakteristik. Biasanya terjadi secara tiba-tiba dan memberikan sedikit atau bahkan tidak ada peringatan ketika kejadian itu akan datang. Seperti bencana alam, perang dan banjir.

Personal Stressors

Personal stressors sejenis dengan cataclysmic events, tetapi dampaknya hanya mengenai satu orang tertentu atau beberapa orang dalam jumlah terbatas dan boleh jadi tidak diharapkan. Misalnya sakit, kematian orang yang dicintai, atau kehilangan pekerjaan.

Daily Hassles

Daily hassles merupakan stressor dalam bentuk problem yang terjadi setiap hari dan berulang-ulang, serta tidak terlalu memerlukan daya penyesuaian diri yang terlalu besar. Seperti ketidakpuasan kerja, atau masalah-masalah lingkungan.

5. Kaitan antara stress dengan lingkungan

Singer dan Baum (dalam Evans,1982) mengartikan stres lingkungan dalam tiga faktor yaitu :

1. Stresor fisik (misalnya: suara)

2. Penerimaan individu terhadap stresor yang dianggap sebagai ancaman (appraisal of the stressor)

3. Dampak stresor pada organisme (dampak fisiologis)

Fontana (1989) menyebutkan bahwa sumber utama dari stres di dalam dan di sekitar rumah adalah sebagai berikut :

a. Stres karena teman kerja (partner)

b. Stres karena anak-anak

c. Stres karena pengaturan tempat tinggal setempat

d. Tekanan-tekanan lingkungan

menurut iskandar (1990), proses terjadinya stress juga melibatkan komponen kognitif, stress yang diakibatkan oleh kepadatan dalam ruang dengan penilaian kognitif akan mengakibatkan denyut jantung bertambah tinggi dan tekanan darah naik, sebagai reaksi stimulus yang ridak diinginkan.

Sementara itu Lazarus dan Folkman (dalam Baron dan Byrne,1991) mengidentifikasi stress lingkungan sebagai ancaman-ancaman yang dating dari dunia sekitar. Setiap individu selalu mencoba coping dan beradaptasi dengan ketautan, kecemasan, dan kemarahan yang dimilikkinya.

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada di dalamnya (Holahan,1982). Stokols (dalam brigham, 1991) mengatakan bahwa apabila kesesakan tidak dapat diatasi, maka akan menyebabkan stress kepada individu. Stress yang di alami dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung kemampuan individu dalam menghadapi stress.

Freedman (1975) memandang bahwa kesesakan adalah suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negative tergantung dari situasinya. Jadi, kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan.

Proshanky dkk. (1976) dan Altman (1975) juga memiliki asumsi yang sama dengan freedman. Kesesakan mempunyai konotasi positif maupun negative. Pendapat Altmna itu di dukung oleh hasil penelitian yang di lakukan oleh Bharucha-Reid dan Kiyak (1982). Mereka melakukan penelitian terhadap tiga variabel lingkungan yaitu kebisingan, kepadatan social, dan kepadatan ruang, yang dikombinasikan dengan kareteristik kepribadian. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya kesamaan dengan model teori yang dikemukakan oleh Altman bahwa keadaan yang sesak tidak selalu di persepsi negatif dan tidak selalu menimbulkan keadaan stress, karena perasaan sesak yang dialami setiap individu berbeda dan tergantung dari tingkat privasi yang dicapai masing-masing individu tersebut.

6. Kaitan antara stress dengan perilaku individu

Keadaan lingkungan yang kondusif akan membuat manusia nyaman dan selalu dalam keadaan homeostasis. Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis. Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres. Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.

Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur. Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja. Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik. Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi. Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stress.

Daftar pustaka:

1. Prabowo,hendro.1998.Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat.Jakarta.Gunadarma

2. http://id.wikipedia.org/wiki/Stres

3. http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-kerja.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar